Visi dan Misi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe

VISI DAN MISI

MAHKAMAH SYAR’IYAH LHOKSEUMAWE


A. Pernyataan Visi dan Penjelasan maknanya.
Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita atau bahkan tujuan hukum (rechtsidea) yang ingin diwujudkan. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan yang menyangkut kemana Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe akan dibawa dan diarahkan dapat berkarya secara konsisten, tetap eksis, antisipatif, inovatif dan needed (dibutuhkan) oleh masyarakat stakeholder/justitiabelen. Visi Mahakmah Syar’iyah Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

“TERWUJUDNYA MAHKAMAH SYAR’IYAH LHOKSEUMAWE YANG AGUNG“

Visi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe tersebut merupakan kondisi yang diharapkan dapat memotivasi seluruh pegawai Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe dalam menjalankan aktivitas. Pernyataan visi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe tersebut memiliki pokok pengertian sebagai berikut : Bahwa yang ingin dicapai melalui visi ini adalah menjadikan Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe sebagai lembaga peradilan yang dihormati, yang di kelola dan diawasi oleh hakim dan para pegawai yang memiliki kemuliaan, kebesaran dan keluhuran sikap dan jiwa dalam melaksanakan tugas pokoknya memutus perkara.


B. Pernyataan Misi Dan Penjelasannya.
Berdasarkan visi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe yang telah ditetapkan tersebut, maka ditetapkan beberapa misi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe sebagai fokus program kerja untuk mewujudkan visi tersebut. Misi Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe tersebut adalah :

  1. Menjaga kemandirian lembaga peradilan,
  2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan,
  3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan,
  4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

 


 

Penjelasan Makna Misi adalah sebagai berikut :

Misi pertama, “Menjaga Kemandirian Badan Peradilan”
maksudnya adalah bahwa syarat utama terselenggaranya suatu proses peradilan yang obyektif adalah adanya kemandirian lembaga yang menyelenggarakan peradilan, yaitu kemandirian badan peradilan sebagai sebuah lembaga (kemandirian institusional), serta kemandirian hakim dalam menjalankan fungsinya (kemandirian individual/ fungsional). Kemandirian menjadi kata kunci dalam usaha melaksanakan tugas pokok dan fungsi badan peradilan secara efektif.

Sebagai konsekuensi dari penyatuan atap, dimana badan peradilan telah mendapatkan kewenangan atas urusan organisasi, administrasi dan finansial (konsep satu atap), maka fungsi perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan organisasi, administrasi, dan finansial seluruh badan peradilan di Indonesia harus dijalankan secara baik. Hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas kekuasaan kehakiman yang diembannya. Hal penting lain yang perlu diperjuangkan adalah kemandirian pengelolaan anggaran berbasis kinerja dan penyediaan sarana pendukung dalam bentuk alokasi yang pasti dari APBN. Kebutuhan adanya kepastian ini untuk memberikan jaminan penyelenggaraan pengadilan di seluruh Indonesia.

Selain kemandirian institusional, kemandirian badan peradilan juga mengandung aspek kemandirian hakim untuk memutus (kemandirian individual/ fungsional) yang terkait erat dengan tujuan penyelenggaraan pengadilan. Tujuan peyelenggaraan pengadilan yang dimaksud adalah untuk menjamin adanya pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil bagi setiap manusia. Selain itu, juga perlu dibangun pemahaman dan kemampuan yang setara di antara para hakim mengenai masalah-masalah hukum yang berkembang.

Misi kedua, “Memberikan Pelayanan Hukum Yang Berkeadilan Kepada Pencari Keadilan”
maksudnya adalah tugas badan peradilan adalah menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Menyadari hal ini, orientasi perbaikan yang dilakukan Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe mempertimbangkan kepentingan pencari keadilan dalam memperoleh keadilan. Adalah keharusan bagi setiap badan peradilan untuk meningkatkan pelayanan publik dan memberikan jaminan proses peradilan yang adil. Keadilan bagi para pencari keadilan pada dasarnya merupakan suatu nilai yang subyektif, karena adil menurut satu pihak belum tentu adil bagi pihak lain. Penyelenggaraan peradilan atau penegakan hukum harus dipahami sebagai sarana untuk menjamin adanya suatu proses yang adil, dalam rangka menghasilkan putusan yang mempertimbangkan kepentingan (keadilan menurut) kedua belah pihak.
Perbaikan yang akan dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe, selain menyentuh aspek yudisial, yaitu substansi putusan yang dapat dipertanggungjawabkan, juga akan meliputi peningkatan pelayanan administratif sebagai penunjang berjalannya proses yang adil. Sebagai contoh adalah adanya pengumuman jadwal sidang secara terbuka dan pemberian salinan putusan, sebagai bentuk jaminan akses bagi pencari keadilan.

Misi ketiga, “Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Badan Peradilan”
Kualitas kepemimpinan badan peradilan akan menentukan kualitas dan kecepatan gerak perubahan badan peradilan. Dalam sistem satu atap, peran pimpinan badan peradilan, selain menguasai aspek teknis yudisial, diharuskan juga mampu merumuskan kebijakan-kebijakan non-teknis (kepemimpinan dan manajerial). Terkait aspek yudisial, seorang pimpinan pengadilan bertanggungjawab untuk menjaga adanya kesatuan hukum di pengadilan yang dipimpinnya. Untuk area non-teknis, secara operasional, pimpinan badan peradilan dibantu oleh pelaksana urusan administrasi. Dengan kata lain, pimpinan badan peradilan harus memiliki kompetensi yudisial dan non-yudisial. Demi terlaksananya upaya-upaya tersebut, Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe menitikberatkan pada peningkatan kualitas kepemimpinan badan peradilan dengan membangun dan mengembangkan kompetensi teknis yudisial dan non-teknis yudisial (kepemimpinan dan manajerial).

Misi keempat, “Meningkatkan kredebilitas dan transparansi badan peradilan”.
Kredibilitas dan transparansi badan peradilan merupakan faktor penting untuk mengembalikan kepercayaan pencari keadilan kepada badan peradilan. Upaya menjaga kredibilitas akan dilakukan dengan mengefektifkan sistem pembinaan, pengawasan, serta publikasi putusan-putusan yang dapat dipertanggung jawabkan. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, adanya pengelolaan organisasi yang terbuka, juga akan membangun kepercayaan pengemban kepentingan di dalam badan peradilan itu sendiri. Melalui keterbukaan informasi dan pelaporan internal, personil peradilan akan mendapatkan kejelasan mengenai jenjang karir, kesempatan pengembangan diri dengan pendidikan dan pelatihan, serta penghargaan ataupun hukuman yang mungkin mereka dapatkan. Terlaksananya prinsip transparansi, pemberian perlakuan yang setara, serta jaminan proses yang jujur dan adil, hanya dapat dicapai dengan usaha para personil peradilan untuk bekerja secara profesional dan menjaga integritasnya.

Comments are closed.